Aliran Skeptisisme
Istilah
Skeptisisme diambil dari bahasa Yunani “Skeptomai” yang secara harfiah berarti “saya
pikirkan dengan seksama” atau saya lihat dengan teliti”. Kemudian dari situ
diturunkan arti yang biasa dihubungkan dengan kata tersebut, yakni “saya meragukan”.
menurut Hamdi Zaqzuq dalam bukunya “Tamhid lil Falsafah” asal kata Skeptisisme memiliki
arti pemeriksaan dengan seksama atau penelitian dan eksplorasi. Akan tetapi
seiring dengan berkembangnya zaman, kata Skeptisisme memiliki makna yang
berbeda, yakni seseorang yang mengambil posisi kognitif (pengetahuan faktual
yang empiris) dan memiliki batasan dalam penolakan ilmu pengetahuan. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia skep-tis berarti kurang percaya, ragu-ragu
(terhadap keberhasilan ajaran dsb). Sedangkan skeptis-isme yaitu aliran (paham)
yang memandang sesutau selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan). Jadi
secara umum skeptis-isme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang
terhadap sesuatu yang belum tentu kebenarannya.
Hamdi Zaqzuq
dalam bukunya membahas kritikan Socrates terhadap kaum Sofis. Ia menjelaskan 3
teori kaum Sofis terhadap kebenaran pengetahuan:
1.
Tidak ada suatu kebenaran.
2.
Apabla ada suatu kebenaran, maka
manusia sebatas apa yang ia ketahui.
3.
Jika kita berasumsi bahwa manusia
mengetahui suatu kebenaran, maka ia tidak akan bisa menyampaikan hal tersebut
kepada orang lain.
Kemudian
Socrates membantah teori tersebut, dengan memberikan 2 pandangan umum:
1.
Pandangan yang menolak kebenaran
pengetahun, yakni menolak kemampuan manusia dalam mencapai suatu kebenaran
pengetahuan yang hakiki, Kelompok ini disebut kaum skeptik
2. Pandangan yang yang menerima
kebenaran pengetahuan, yakni menerima bahwa manusia memiliki kemampuan dalam
mencapai kebenaran pengetahuan yang hakiki, Kelompok ini desebut kaum yang
percaya dan yakin .
Menurut Hamdi
Zaqzuq, penganut aliran Skeptisisme dapat diartikan dengan seorang pemikir yang
menolak kebenaran ilmu pengetahuan, entah itu sebagian atau keseluruhan dari
ilmu pengetahuan yang ada. Maka orang-orang yang menganut aliran skeptisisme menolak
segala bentuk usaha para filosofis untuk mencapai kebenaran ilmu pengetahuan.
Aliran Skeptisisme akan selalu menjadi musuh yang mengganggu bagi para
filosofis, karena pada intinya mereka ingin merusak filsafat dan pemikiran
secara umum.
Menurut
Descartes dalam memahami pandangan kaum skeptis dalam mencapai pengetahuan,
kebenaran pengetahuan dapat dicapai dengan sikap ragu. Jadi semakin seseorang
meragukan pernyataan atau pengetahuan yang mengandung kebenaran maak tidak
serta merta diterima, namun diperlukan pengklasifikasian persoalan dari hal
yang sederhana hingga batas maksimal (paling rumit). Dari persoalan yang telah
didapat, akan dilakukan pemecahan pernasalahan. Setelah didapat pemecahannya
maka permasalahan tersebut diperiksa kembali hingga tidak ada celah
(kekeliruan) sedikit pun.
Aliran Skeptisisme
terbagi menjadi beberapa macam bagian dan ada dua yang paling penting, yakni
Skeptisisme menyeluruh dan Skeptisisme parsial (sebagian). Skeptisisme menyeluruh
memiliki dua bagian:
1.
Skeptisisme menyeluruh kognitif: ini
merupakan bagian dari aliran skeptisisme yang menolak segala bentuk pengetahuan
dan pengertian pengetahuan disini memiliki arti yang luas.
2.
Skeptisisme menyeluruh nyata: ini
merupakan bagian dari aliran skeptisisme parsial yang lebih menyeluruh dari
bagian sebelumnya, skeptisisme disini tidak hanya menolak kemungkinan untuk
mengetahui kebenaran, akan tetapi juga menolak hakikat kebenaran itu sendiri.
Skeptisisme parsial juga terbagi menjadi beberapa bagian dan ada
dua bagian penting, yakni:
1.
Skeptisisme parsial eksperimen: ini
merupakan bagian dari Skeptisisme yang berkaitan dengan dasar ilmu eksperimen.
maka bentuk keragu-raguan disini terdapat pada dasar ilmu, ketika berkaitan
dengan kemungkinan untuk mencapai ungkapan umum dalam ilmu eksperimen, maka
wujud keragu-raguan terdapat pada prediksi. Jika berkaitan dengan kesimpulan
pemikiran yang bertolak dengan kaidah, maka bentuk keragu-raguan terdapat pada
kesimpulan.
2.
Skeptisisme parsial moral: dari
sebab-sebab penting yang mendasari perbedaan pendidikan dan pandangan terhadap
moral terdapat pada ajaran yang diperoleh dari agama atau diluar agama, bagi
berbagai masyarakat di berbagai zaman.
Bentuk keragu-raguan terhadap moral diiringi dengan keragu-raguan terhadap
agama, atau keragu-raguan pada makna dan kepentingannya. Tidak ada pandangan
khusus tentang pembahasan ini.
Diantara
tokoh-tokoh skeptisisme yang banyak dikenal yaitu, Pyrrho (270 SM-360 SM), Michel de Montaigne (1533 M- 1592 M) dan Pierre
Bayle (1647 M-1706 M). di dalam bukunya, Hamdi Zaqzuq mengutip perkatan David
Hume (1711 M-1776 M) yang mengatakan bahwa pentingnya sikap skeptis ilmiah. Ia
menganggap itu merupakan hal yang penting pada setiap pembahasan yang jujur,
karena hal tersebut dapat membawa pertimbangan lebih lanjut terhadap suatu
permasalahan, kehati-hatian dalam berfikir dan terus menguji kebenaran setiap
permasalahan.
Hamdi Zaqsuq juga memaparkan kritikan terhadap kaum skeptik, yakni ketika mereka menganggap bahwa seseorang tidak dapat mengetahui sesuatu apapun, maka pernyataan tersebut dapat ditentang dengan pernyataan lain, yakni apakah mereka (kaum Skeptik) benar-benar yakin dengan statement yang mereka lontarkan?.
Hamdi Zaqsuq juga memaparkan kritikan terhadap kaum skeptik, yakni ketika mereka menganggap bahwa seseorang tidak dapat mengetahui sesuatu apapun, maka pernyataan tersebut dapat ditentang dengan pernyataan lain, yakni apakah mereka (kaum Skeptik) benar-benar yakin dengan statement yang mereka lontarkan?.
Apabila mereka
menjawab dengan positif, dalam artian mereka setuju dengan hal tersebut,
berarti pernyataan mereka merupakan suatu keyakinan dan pengetahuan terhadap
hal ini merupakan sesuatu yang mungkin. Ini berarti anggapan kaum skeptik
terhadap kemustahilan pengetahuan merupakan anggapan yang salah.
Di dalam agama
Islam sendiri diajarkan bahwa sumber ilmu pengetahuan sendiri adalah wahyu atau
firman Allah yang terdapat di dalam kitab suci Al-Qur’an dan juga Hadis Nabi.
Ini berarti Islam sendiri mengajarkan kepada ummat manusia bahwa ilmu
pengetahuan dapat dimiliki oleh setiap manusia ketika ia ingin berusaha untuk
mempelajari pengetahuan tersebut, terlepas dengan tabi’at manusia sebagai makhluk yang tidak luput dari
kesalahan.