This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 13 April 2013

Mengurai Benang Kusut Perpolitikan Indonesia

Mengurai Benang Kusut Perpolitikan Indonesia


       Indonesia memiliki sejarah perpolitikan yang cukup lama ketika dibacakan proklamasi kemerdekaan tahun 1945. Semenjak itulah Indonesia telah memulai sejarah perpolitikannya. ketika presiden Soekarno mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI), maka ketika itulah beliau telah membuka pandangan terhadap para tokoh-tokoh bangsa untuk bersama membangun semangat perpolitikan negara. Yaitu bersama membangun bangsa menjadi negara yang makmur, adil dan sejahtera.

       Pasca rezim orde baru, bangsa Indonesia mulai melebarkan sayapnya kembali dalam urusan politik praktis. Kebebasan dibuka seluas-luasnya. Seperti kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan bahkan kebebasan mendirikan partai politik mulai di berlakukan, itu semua dilakukan demi  terwujudnya bangsa yang benar-benar demokratis dan memiliki ciri khas tersendiri. Pasalnya, pada masa orde baru segala hal yang berkaitan dengan kritik terhadap pemerintah dinafikan, dan segala sesuatu yang bertentangan dengannya tak segan-segan disingkirkan. ini  membuktikan betapa kuatnya pemerintah dalam mengekang kebebasan pers dan berpendapat. Tentu saja kondisi ini menjadi sangat dilematis bagi para jurnalis dan pecinta kebebasan berpendapat. Sedikit saja kritik melayang kepada pemerintahan orde baru, kemungkinan besar akan berujung di dalam penjara. Sungguh masa-masa yang sangat sulit bagi kebebasan berpendapat (termasuk pers) di Indonesia.

      Seiring berjalannya proses perpolitikan pasca orde baru, ditandai dengan menggeliatnya semangat berdemokrasi. Indonesia kembali dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang mencoreng kinerja pemerintahan. Semangat membangun kembali negara yang adil, makmur dan sejahtera mulai diragukan kembali oleh masyarakat. Itu ditandai dengan banyaknya penyelewengan dalam prakteknya. Seperti halnya partai-partai politik yang mulai kehilangan arah dan fungsi utamanya.  kemudian prakrek jual beli kepentingan demi keuntungan individu ataupun kelompok pun mulai merajalela di kalangan elite politik. Dari hal-hal tersebut muncul-lah dampak negatif terhadap kesetabilan proses perpolitikan di Indonesia, seperti merebaknya para politisi dadakan bukan negarawan yang di idam-idamkan. Menjamurnya skandal money politik hingga penyalahgunaan media cetak ataupun media elektronik untuk kepentingan sebagian kelompok atau partai-partai tertentu.

          Menyikapi kejadian-kejadian tersebut, alangkah baiknya jika kita kembali kepada ideologi politik itu sendiri. Menurut Prof. Miriam Budiardjo, guru besar ilmu politik Universitas Indonesia, dasar dari ideologi politik adalah keyakinan akan adanya suatu pola tata-tertib sosial politik yang ideal. Ideologi politik mencakup pembahasan dan diagnosa, serta saran-saran mengenai bagaimana mencapai tujuan ideal itu. Ideologi berbeda dengan filsafat yang sifatnya merenung-renung tanpa mempunyai tujuan untuk menggerakkan kegiatan atau aksi. Ideologi yang berkembang luas mau tidak mau dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman dalam masyarakat dimana dia berada, dan harus sering mengadakan kompromi dan perubahan-perubahan yang cukup luas dan signifikan.
          Namun, segala permasalahan politik yang kita lihat sekarang. Seakan-akan mengisyaratkan pada kita semua  bahwa terdapat benang kusut  dalam proses perpolitikan saat ini. Memang demokrasi telah menemukan kebebasaannya. Namun, perkembangannya belum terarah secara baik dan maksimal, penyelewangan atas aspirasi, kepentingan, dan kekuasaan rakyat masih sangat terasa dalam kehidupan politik. Institusi pemerintah tidak jarang dalam posisi yang tidak berdaya menghadapi kebebasan yang terkadang melebihi batas kepatutan.seperti tindakan-tindakan anarkis yang sering terjadi.
       Kebebasan berdemokrasi dalam perpolitikan,  membuat Indonesia terjebak dalam sebuah sistem “politik kebablasan”  banyaknya penyimpangan yang mengatasnamakan politik seolah mengalahkan UU yang dibuat. System politik yang seakan terlalu bebas ini juga menjadikan masalah baru bagi masyarakat yang taraf hidupnya rendah. Kebebasan berpolitik justru membuat rakyat miskin makin kekurangan karena tidak mempunyai kesempatan yang sama dalam berpolitik selayaknya masyarakat kalangan elit. Seperti dalam Pemilu dan Pemilukada, rakyat kalangan kelas bawah yang kurang mendapat informasi akhirnya harus diiming-imingi oleh uang. Adanya kesenjangan sosial yang cukup jauh ini, menyebabkan timbulnya berbagai macam masalah. Seperti permasalahan money politic yang mengakar dalam sistem perpolitikan di negara ini.

        Jika kita ingin menganalisa lebih jauh terkait penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para elite politik, pastinya tidak terlepas dari sebab-sebab yang mengiringinya. Seperti halnya parpol-parpol yang kehilangan arah dan fungsi utamanya, karena salah satu fungsi utamanya yaitu, sebagai penghubung antara pemerintah dengan warga masyarakat. Sehingga terjadi arus informasi serta dialog dari atas kebawah dan dari bawah keatas. Akan tetapi, fungsi tersebut bertolak belakang dengan apa yang kita lihat sekarang, hal semacam ini dapat disebabkan oleh banyaknya jumlah partai politik sehingga persaingan untuk meraih kekuasaan dan mengambil simpati masyarakat semakin kuat. Dampaknya, partai-partai politik justru lebih banyak mengutamakan urusan partainya ketimbang sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Kemudian munculnya praktek jual beli kepentingan pun tidak bisa kita nafikan, dan telah banyak terjadi pasca reformasi. Itu semua bisa disebabkan minimnya pengawasan dari DPR terhadap kinerja pemerintah, atau disebabkan oleh mulai pudarnya jiwa nasionalis pada kalangan elite politik shingga muncul beberapa oknum yang memanfaatkan kesempatan tersebut. hal-hal semacam ini dapat menimbulkan dampak-dampak buruk terhadap dinamika perpolitikan di Indonesia

      Indonesia butuh negarawan sejati. Mungkin inilah kalimat yang cocok untuk menggambarkan keadaan para politisi kita saat ini. Yakni seseorang yang mempunyai semangat juang tinggi guna kepentingan negara, sosok yang dengan tulus bergerak demi keutuhan bangsa dan negara.ia bukanlah politisi yang selalu mengumbar janji pada saat pemilu. Ia juga bukan para pejabat yang sering menutup telinga disaat jutaan rakyat menjerit. Apalagi para koruptor yang tega memakan uang hasil keringat rakyatnya sendiri. Namun mahalnya biaya pemilu memang bisa menjadi sebab para politisi tersebut kehilangan orientasi kenegarawannya, sehingga yang dipikirkannya yaitu bagaimana mengembalikan modal tersebut. Sungguh ironi.

      Sebagai ulama besar sekaligus negarawan Buya Hamka berpendapat bahwa yang terpenting bagi seorang elite politik  dan penguasa pemerintahan adalah harus berlaku jujur, adil, bertaqwa kepada Allah, tidak bertindak gegabah, memenuhi janji, cinta damai serta tidak memandang ringan terhadap dosa dan tidak bakhil. Hal ini menunjukkan bahwa politik yang baik adalah politik yang dilandasi dengan etika, dengan begitu tentu politik akan lebih baik dan bersahaja. Realita dalam kehidupan menunjukkan kepada publik bahwa dalam sebuah jaringan dan jalinan hubungan persaudaraan kita perlu mengedepankan rasa saling menghormati, saling menghargai, dan saling memahami. Di sinilah perlunya peran akal di dalam pergaulan, sehingga bangunan hubungan sosial semakin sempurna, kuat dan kukuh. Pernyataan ini juga sejalan dengan pemikiran komaruddin hidayat yang mengatakan bahwa etika merupakan point yang sangat penting jika ingin merekonstruksi nilai-nilai luhur dalam politik di Indonesia.

    Menurut Yusuf Qhardawi negara yang islami adalah negara yang menjamin penuh hak-hak dan kebebasan, seperti hak hidup dengan layak, hak kepemilikan harta serta hak menjaga kehormatan dan nasab. Demikian juga halnya dengan kebebasan berekspresi, berpendapat, beragama, bermazhab, berfikir dan berijtihad. Negara islam juga menjaga nilai dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, islam tidak mengenal penghalalan segala cara meski untuk tujuan yang mulia, sperti yang dilakukan oleh para politisi kita saat ini yang menghalalkan segala cara untuk bisa duduk di kursi legislatif.

        Untuk mengatasi jual bei kepentingan pada kalangan elite politik perlu di buat garis demarkasi yang jelas antara kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif) dan partai politik dalam hal ini tidak boleh ada status ganda sebagai anggota parpol sekaligus sebagai pemimpin. Misalnya ketika anggota parpol terpilih sebagai pemimpin (presiden, bupati, anggota DPR, atau apapun) maka secara otomatis keanggotaan di partai harus ditinggalkan dan aturan tersebut harus direalisasikan dalam bentuk undang-undang.

       Untuk mengatasi money politik, kita sebagai masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam mengkaji keputusan mahkamah konstitusi untuk menyelesaikan kasus-kasus pemilu, agar tidak menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku. Calon dalam pemilu juga harus komitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek money politik, apabila terbukti melakukan maka seharusnya didiskualifikasi. Kemudian membentuk badan khusus independen untuk mengawasi calon-calon pemilu agar menaati peraturan-peraturan terutama untuk tidak melakukan money politik. Meningkatkan kesadaran merupakan indikator penting untuk memudarkan perkembangan money politik, karena sebagian besar masyarakat hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa menyadari efek yang timbul di masa depan. Sebaiknya pemrintah mengadakan sosialisai pemilu yang bersih dan bebas money politik kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam perpolitikan meningkat

        Bukanlah hal yang mudah dalam menghasilkan negarawan muda, namun bukan pula hal yang sulit dalam berproses untuk melahirkan negarawan muda, jika semua element masyarakat ikut serta mempersiapkannya dalam rangka membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Negarawan muda yang dimaksud disini bukanlah negarawan yang “abal-abal” melainkan negarawan muda yang memiliki loyalitas dan integritas tinggi di mata masyarakat. Oleh karna itu dalam proses melahirkan negarawan muda tidaklah instan, perlu disiapkan dan butuh proses mulai saat ini hingga pada akhirnya ditemukan seorang yang benar-benar menjadi negarawan muda, negarawan yang memiliki semangat kebangsaan tinggi dan bisa menjadi solusi atas permasalahan bangsa yang hingga saat ini masih mengakar kuat di bumi Indonesia.

      Sikap nasionalis dari negarawan muda bisa menjadi tolak ukur sejauh mana keberhasilan bangsa ini dalam menghasilkan negarawan muda yang mutlak akan menjadi pemimpin bangsa di masa depan. Sikap nasionalis sendiri diperoleh dari proses belajar yang dilakukan secara terus menerus. Dalam melahirkan negarawan muda harus melalui beberapa tahapan, yaitu melalui pendidikan yang berasaskan pancasila, gerakan nasionalis yang solid dan terstruktur serta karakter yang berkompeten.
         
       Lebih dari enam dasawarsa sejak proklamasi kemerdekaan 1945 bangsa ini berjalan, sebagai bangsa kita perlu menengok kebelakang dan melakukan refeksi diri, kini saatnya kita menyadari kembali bahwa bangsa ini adalah bangsa yang terbangun dari hasil serangkaian interaksi panjang, kini saat yang tepat bagi kita untuk memikirkan nasib bangsa kedepan. Para pemimpin dan tokoh masyarakat semakin nyata dituntut untuk melakukan intropeksi diri untuk membangun kembali bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter, adil, makmur dan sejahtera.