Rabu, 26 Desember 2012


MENELUSURI AKAR PEMIKIRAN LIBERALISME
Liberalisme telah masuk ke dalam semua kelompok masyarakat manusia. Tidak terkecuali kaum muslimin. Indonesia sebagai Negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam pun demikian. Pengaruh liberalisme telah merasuk ke dalam semua lini kehidupan banyak masyarakat kaum muslimin di negeri ini.
Selain faktor internal kaum muslimin yang lemah dari sisi komitmen mereka terhadap agamanya, terutama persoalan yang berkaitan dengan akidah, tersebarnya aliran pemikiran liberalisme tidak lepas dari peran Barat yang sangat giat menyebarkannya melalui kekuatan politik, ekonomi dan teknologi informasi yang mereka miliki. Dan disinyalir, kaum muslimin adalah sasaran utama dari invansi pemikiran ini.
Sebagai umat Islam, tentu kita tidak ingin peradaban Islam yang di bangun diatas akidah dan nilai-nilai agama Allah ini dirusak oleh orang-orang kafir dengan pemikiran-pemikiran luar itu. Islam adalah agama yang sempurna dengan ajaran yang bersumber dari wahyu Allah, Pencipta yang Maha-mengetahui segala kebutuhan makhluk-makhluk-Nya. Karenanya Islam tidak membutuhkan isme-isme dan ideologi dari luar. Allah berfirman:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah: 3)

Sejarah Liberalisme
Sejarah kemunculan liberalisme terbentang dari sejak abad ke-15, saat Eropa memulai era kebangkitan (Renaissance) mereka sampai sekitar abad ke-18 masehi, setelah sebelumnya dari sejak abad ke-5, orang-orang Eropa hidup dalam era kegelapan (Dark Ages).  
Sejarah liberalisme dimulai sebagai reaksi atas hegemoni kaum feodal pada abad pertengahan di Eropa. Sebagaimana diketahui, Kristen adalah agama yang telah mengalami perubahan dan penyimpangan ajaran. Pada tahun 325 M, Imperium Romawi mulai memeluk agama Kristen yang telah mengalami perubahan tersebut, yaitu setelah agama Kristen merubah keyakinan tauhid menjadi trinitas dan penyimpangan-penyimpangan yang lainnya.
Pada saat yang sama, sistem politik yang dianut oleh penguasa untuk memerintah rakyatnya ketika itu adalah feodalisme yaitu, sistem otoriter yang zalim, menekan dan memasung kebebasan masyarakat. Sistem feodal berada pada puncaknya di abad ke-9 Masehi ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan dan hilangnya pemerintahan pusat. Kaum feodal terbagi menjadi tiga unsur yaitu, intitusi gereja, kaum bangsawan dan para raja. Semuanya memperlakukan rakyat yang bermata pencaharian sebagai petani dengan otoriter, zalim dan sewenang-wenang.
Kehidupan beragama dibawah institusi gereja juga sarat dengan penyimpangan. Tersebarnya peribadatan yang tidak memiliki landasan dalam kitab suci dan merebaknya surat pengampunan dosa adalah diantaranya. Paus Roma, ketika mereka membutuhkan dana untuk membiayai aktifitas Gereja, mereka menerbitkan surat pengampunan dosa dan menghimbau masyarakat untuk membelinya dengan iming-iming masuk surga. Pendapat-pendapat tokoh agama pun bersifat absolut dan tidak boleh digugat. Alquran juga menyebutkan di antara penyimpangan mereka:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah: 31)

Penyimpangan keyakinan, ditambah dengan sistem politik otoriter inilah faktor utama yang kemudian melahirkan pemikiran liberal. Saat masyarakat tertekan dan hidup dalam kezaliman, muncullah reaksi yang bertujuan kepada kebebasan hidup. Hal yang telah menjadi sunnatullah.
Kesadaran masyarakat Eropa yang ingin bebas dari segala bentuk tekanan itu mengharuskan mereka untuk melakukan tranformasi pemikiran. Diantara proses transformasi pemikiran ini adalah reformasi agama. Pada akhir abad ke-15, muncul beberapa tokoh gereja seperti Marthin Luther  yang melakukan perlawanan terhadap Gereja Katolik,  kemudian mereka memberi nama Protestan.
Gerakan reformasi agama yang dilakukan oleh Luther ini memiliki pengaruh besar dalam sejarah liberalisme selanjutnya. Rumusan pemikiran Luther dapat disimpulkan menjadi beberapa poin berikut:
1.      Otoritas agama satu-satunya adalah teks-teks Bible dan bukan pendapat tokoh-tokoh agama.
2.      Pengingkaran terhadap sistem kepausan gereja yang berposisi sebagai khalifah almasih.
3.      Menegaskan keyakinan pengampunan atau tidak diampuni (dari institusi geraja).
4.      Ajakan kepada liberalisasi pemikiran, keluar dari tirani tokoh agama dan monopoli mereka dalam memahami kitab suci, klaim rahasia suci serta pengabaian peran akal atas nama agama.
Gerakan ini disebut sebagai gerakan liberal karena ia bersandar kepada kebebasan berfikir dan rasionalisme dalam menafsirkan teks-teks agama. Perlawanan terhadap gereja dan feodalisme terus berlanjut di Eropa. Runtuhnya feodalisme menutup abad pertengahan dan abad selanjutnya yang disebut dengan abad pencerahan (Enlightment).
Namun, gerakan yang tadinya sebagai reformasi agama, pada perkembangan selanjutnya perlawanan terhadap gereja mengarah kepada atheisme. Para pemikir dan filusuf Perancis rata-rata adalah para atheis yang tidak mengakui keberadaan agama. Sejarah panjang agama Kristen dari sejak penyimpangan dan perubahan ajaran hingga perang agama yang meletus akibat reformasi Luther memunculkan kejenuhan yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap agama. Kebebasan akal secara mutlak akhirnya menjadi ciri utama dari gerakan ini.
Dr. Abdul aziz al Tharify mengatakan, “Pengagungan terhadap akal semakin nampak pada waktu-waktu revolusi. Mereka mengangkatnya dan mempertuhankannya. Sebagian mereka bahkan mengatakan bahwa ini adalah penyembahan terhadap akal. Para tokoh revolusi mengajak orang-orang untuk meninggalkan agama, terkhusus agama katolik, mereka memutuskan hubungan Perancis dengan Vatikan. Dan pada tanggal 24 November 1793 M, mereka menutup gereja-gereja di Paris, merubah sekitar 2400 fungsi gereja menjadi markaz-markaz rasionalisme dan untuk pertama kalinya digagas soal kebebasan kaum wanita. Pada intinya, titik tolak liberalisme berangkat dari perlawanan terhadap penguasa absolut raja dan institusi gereja yang mengekang kebebasan masyarakat.



0 komentar:

Posting Komentar